DAFTAR ISI untuk BUDIDAYA IKAN
JILID 1
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
SINOPSIS
PETA KOMPETENSI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II WADAH BUDIDAYA IKAN
2.1. JENIS-JENIS WADAH BUDIDAYA IKAN
2.2. KONSTRUKSI WADAH BUDIDAYA
2.3. PERSIAPAN WADAH BUDIDAYA
BAB III MEDIA BUDIDAYA IKAN
3.1. SUMBER AIR
3.2. PARAMETER KUALITAS AIR
3.3. PENGUKURAN KUALITAS AIR BUDIDAYA IKAN
BAB IV. PENGEMBANGBIAKAN IKAN
4.1. SELEKSI INDUK
4.2. TEKNIK PEMIJAHAN IKAN
4.3 PENETASAN TELUR
4. 4. PEMELIHARAAN LARVA DAN BENIH IKAN
4.5. PEMBESARAN IKAN
4.6. PEMANENAN
JILID 2
BAB V. NUTRISI IKAN
5.1. ENERGI
5.2. PROTEIN
5.3. KARBOHIDRAT
5.4. LIPID
5.5. VITAMIN
5.6. MINERAL
BAB VI. TEKNOLOGI PAKAN BUATAN
6.1. JENIS-JENIS BAHAN BAKU
6.2. PENYUSUNAN FORMULASI PAKAN
6.3 PROSEDUR PEMBUATAN PAKAN
6.4. UJI COBA PAKAN IKAN
6.5. MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN
6.6 PAKAN DAN KUALITAS AIR
BAB VII. TEKNOLOGI PRODUKSI PAKAN ALAMI
7.1. JENIS-JENIS PAKAN ALAMI
7.2. BUDIDAYA PHYTOPLANKTON
7.3. BUDIDAYA ZOOPLANKTON
7.4. BUDIDAYA BENTHOS
7.5. BIOENKAPSULASI
JILID 3
BAB VIII. HAMA DAN PENYAKIT IKAN
8.1. JENIS-JENIS HAMA DAN PENYAKIT
8.2. PENCEGAHAN HAMA DAN PENYAKIT IKAN
8.3. GEJALA SERANGAN PENYAKIT
8.4. PENGOBATAN PENYAKIT IKAN
BAB. IX. PEMASARAN
9.1. PENGERTIAN PEMASARAN
9.2. CIRI-CIRI PEMASARAN HASIL PERIKANAN
9.3. PERENCANAAN DAN TARGET PENJUALAN
9.4. ESTIMASI HARGA JUAL
9.5. SISTEM PENJUALAN
9.6. STRATEGI PROMOSI
BAB. X. ANALISA KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN
10.1. PENGERTIAN STUDI KELAYAKAN
10.2. NET PRESENT VALUE (NPV)
10.3. NET BENEFIT COST RATIO (NBC RATIO).
10.4. INTERNAL RATE OF RETURN (IRR)
10.5. ANALISIS BREAK EVENT POINT (BEP)
10.6. APLIKASI ANALISA USAHA
BAB. XI. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
11.1. PENGERTIAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)487
11.2. PENERAPAN KAIDAH K3 PADA DUNIA USAHA PERIKANAN BUDIDAYA
LAMPIRAN A DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN B GLOSARIUM
DAFTAR ISI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR PUSTAKA untuk BUDIDAYA IKAN
GLOSARI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR GAMBAR untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
Selengkapnya tentang Budidaya Ikan klik disini
z Catatan dari Buku di Blog
dari Buku copy di Blog
GLOSARI untuk BUDIDAYA IKAN
Adenohipofisa | : | salah satu bagian dari kelenjar hipofisa yang mengandung sel-sel pensekresi hormon prolaktin, hormon Adrenocorticotropic (ACTH), hormon pelepas tiroid (Thyroid Stimulating Hormone), hormon pertumbuhan (STHSomatotropin) dan Gonadotropin. Pars intermedia mensekresi hormon pelepas melanosit (Melanocyte Stimulating Hormone). |
---|---|---|
Adaptasi | : | Masa penyesuaian suatu organisme dalam lingkungan baru. |
Aerasi | : | Pemberian udara ke dalam air untuk penambahan oksigen |
Akrosom | : | Organel penghujung pada kepala spema yang dikeluarkan yang berfungsi membantu sperma menembus sel telur. |
Aksi gen aditif | : | aksi gen yang mana fenotipe heterosigot merupakan intermedit antara kedua fenotipe homosigot, kedua alel tidak memperlihatkan dominansi, keduanya memberikan konstribusi yang seimbang dalam menghasilkan suatu fenotipe |
Aklimatisasi | : | Penyesuaian fisiologis terhadap perubahan salah satu faktor lingkungan |
Albinisme | : | kondisi genetik yang tidak sempurna yang menyebabkan organisme tidak membentuk pigmen |
Alel | : | Bentuk alternatif suatu gen |
Alel dominan | : | Alel yang diekspresikan secara penuh dalam fenotipe itu |
Alel resesif | : | Alel yang pemunculan fenotipenya ditutupi secara sempurna |
Aldehida | : | Molekul organik dengan gugus karbonil yang terletak pada ujung kerangka karbon |
Anabolisme | : | Pembentukan zat organik kompleks dari yang sederhana, asimilasi zat makanan oleh organisme untuk membangun atau memulihkan jaringan dan bagian-bagian hidup lainnya. |
Anadromus | : | Ikan-ikan yang sebagian besar hidupnya dihabiskan dilaut dan bermigrasi ke air tawar untuk memijah. |
Anafase | : | Tahap mitosis dan meiosis yang mengikuti metafase ketika separuh kromosom atau kromosom homolog memisah dan bergerak ke arah kutub gelendong. |
Androgen | : | Hormon steroid jantan utama, misalnya testoteron |
Androgenesis | : | Proses penjantanan |
Antibiotik | : | Bahan kimiawi yang membunuh bakteri atau menghambat pertumbuhannya. |
Antibodi | : | Imunoglobin pengikat antigen yang dihasilkan oleh sel limfosit B, berfungsi sebagai efektor dalam suatu respon imun. |
Antigen | : | Makromolekul asing yang bukan merupakan bagian dari organisme inang dan yang memicu munculnya respon imun. |
Asam amino | : | Molekul organik yang memiliki gugus karboksil maupun gugus amino. Asam amino berfungsi sebagai monomer protein. |
Asam deoksiribonukleat | : | Suatu molekul asam nukleat berbentuk heliks dan beruntai ganda yang mampu bereplikasi dan menentukan struktur protein sel yang diwariskan. |
Asam lemak (fatty acid) | : | Asam karboksilik dengan rantai karbon panjang. Asam lemak bervariasi panjang dan jumlah dan lokasi ikatan gandanya, tiga asam lemak berikatan dengan satu molekul gliserol akan membentuk lemak. |
Asam lemak jenuh (Saturated fatty acid) | : | Asam lemak dimana semua karbon dalam ekor hidrokarbonnya dihubungkan oleh ikatan tunggal, sehingga memaksimumkan jumlah atom hidrogen yang dapat berikatan dengan kerangka karbon. |
Asam lemak tak jenuh (Unsaturated fatty acid) | : | Asam lemak yang memiliki satu atau lebih ikatan ganda antara karbon-karbon dalam ekor hidrokarbon. Ikatan seperti itu mengurangi jumlah atom hidrogen yang terikat ke kerangka karbon. |
Asam nukleat | : | Suatu polimer yang terdiri atas banyak monomer nukleotida, yang berfungsi sebagai cetak biru untuk protein dan melalui kerja protein, untuk semua aktivitas seluler. Ada dua jenis yaitu DNA dan RNA. |
Asam amino essensial | : | Asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh hewan sehingga harus tersedia dalam makanan. |
Aseksual | : | Perkembangbiakan tidak melalui perkawinan |
Autosom | : | Kromosom yang secara tidak langsung terlibat dalam penentuan jenis kelamin, sebagai kebalikan dari kromosom seks. |
Auksospora | : | Sel-sel yang besar berasal dari perkembangbiakan zigot baru |
Backross | : | Bentuk perkawinan yang sering digunakan dalam pemuliaan yaitu mengawinkan kembali antara anak dan orangtuanya yang sama untuk beberapa generasi. |
Basofil | : | Bersifat menyerap basa. |
Benthos | : | Organisme yang hidup di dasar perairan |
Blastomer | : | Sel-sel anak yang dihasilkan selama pembelahan zygot. |
Blastula | : | Rongga yang terbentuk selama fase pembelahan zigot. |
Blastulasi | : | Proses pembentukan blastula |
Biomassa | : | Bobot kering bahan organik yang terdiri atas sekelompok organisme di dalam suatu habitat tertentu atau bobot seluruh bahan organik pada satuan luas dalam suatu waktu tertentu. |
Budidaya | : | Usaha yang bermanfaat dan memberi hasil, suatu sistem yang digunakan untuk memproduksi sesuatu dibawah kondisi buatan. |
Closed Breeding | : | Perkawinan yang dekat sekali kaitan keluarganya, misalnya antara anak dan tetua atau antara antar saudara sekandung. |
Cyste | : | Fase dorman dari crustacea karena kondisi lingkungan yang tidak sesuai |
Dekomposer | : | Fungi dan bakteri saprotropik yang menyerap nutrien dari materi organik yang tidak hidup seperti bangkai, materi tumbuhan yang telah jatuh dan buangan organisme hidup dan mengubahnya menjadi bentuk anorganik. |
Densitas | : | Jumlah individu persatuan luas atau volume atau masa persatuan volume yang biasanya dihitung dalam gram/cm3 atau jumlah sel/ml. |
Deoksiribosa | : | Komponen gula pada DNA, yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan dengan ribosa, komponen gula pada RNA |
Detritus | : | Materi organik yang telah mati atau hancuran bahan organik yang berasal dari proses penguraian secara biologis. |
Disipon | : | Membersihkan badan air dengan mengeluarkan kotoran bersama sebagian jumlah air. |
Disucihamakan | : | Disterilkan dari jasad pengganggu. |
Dorsal | : | Bagian punggung |
Diagnosis | : | Proses pemeriksaan terhadap suatu hal |
Diferensiasi gonad | : | Proses penentuan kelamin dengan pernyataan fenotipe melalui perkembangan alat kelamin dan ciri-ciri kelamin. |
Diploid | : | Keadaan perangkat kromosom bila setiap kromosomnya diwakili dua kali (2n) |
Diploidisasi | : | Penggandaan jumlah kromosom pada sel-sel haploid |
Donor | : | Pemberi sumbangan |
Dormant | : | Telur yang dibuahi dan merupakan dinding tebal dan jika menetas menjadi betina amiktik. |
Ekspresi gen | : | Pengejewantahan bahan genetik pada suatu makhluk hidup sebagai keseluruhan jumlah tabiat yang khas. |
Elektroforesis gel | : | Pemisahan asam nukleat atau protein berdasarkan ukuran dengan cara mengukur laju pergerakkannya melalui suatu medan listrik dalam suatu gel. dan muatan listriknya, |
Embriogenesis | : | Proses perkembangan embrio |
Endokrin | : | Kelenjar/sel yang menghasilkan hormon |
Enzim | : | Molekul protein komplek yang dihasilkan oleh sel dan bekerja sebagai katalisator dalam berbagai proses kimia didalam tubuh makhluk hidup. |
Enzim restriksi | : | Enzim yang digunakan untuk memotong fragmen DNA yang memiliki sekuen tertentu. |
Estrogen | : | Hormon seks steroid betina yang utama. |
Eukaryot | : | Makhluk yang sel-selnya mengandung inti sejati yang diselimuti selaput inti, mengalami meiosis, membelah dengan mitosis dan enzim oksidatifnya dikemas dalam mitokondria. |
Fekunditas | : | Jumlah sel telur yang dihasilkan oleh seekor hewan betina pertahun atau persatuan berat hewan. |
Feminisasi | : | Proses pembetinaan |
Fenotipe | : | Ciri fisik dan fisiologis pada suatu organisme atau sifat yang terlihat pada makhluk hidup yang dihasilkan oleh genotipe bersama-sama dengan faktor lingkungan. |
Feromon | : | Sinyal kimiawi atsiri dan kecil yang berfungsi dalam komunikasi diantara hewan-hewan dan bertindak sangat mirip dengan hormon dalam mempengaruhi fisiologi dan tingkah laku. |
Fertilisasi | : | Penyatuan gamet haploid untuk menghasilkan suatu zigot diploid. |
Flagella | : | Tonjolan berbentuk cambuk pada salah satu sel untuk alat gerak. |
Fotosintesis | : | Pengubahan energi cahaya menjadi energi kimiawi yang disimpan dalam glukosa atau senyawa organik lainnya. |
Galur | : | Pengelompokkan anggota-anggota jenis yang hanya memiliki satu atau sejumput ciri, biasanya bersifat homozigot dan dipertahankan untuk keperluan percobaan genetika. |
Gamet | : | Sel sperma atau telur haploid, gamet menyatu selama reproduksi seksual untuk menghasilkan suatu zigot diploid. |
Gastrula | : | Tahapan pembentukan embrio berlapis dua dan berbentuk piala. |
Gastrulasi | : | Proses pembentukan gastrula dari blastula atau proses pembentukan tiga daun kecambah ektoderm, mesoderm dan endoderm. |
Gelendong | : | Kumpulan mikrotubula yang menyelaraskan pergerakan kromosom selama pembelahan eukariotik. |
Gen | : | Bagian kromosom yang mengatur sifat-sifat keturunan tertentu atau satuan informasi yang terdiri atas suatu urutan nukleotida spesifik dalam DNA. |
Generasi F1 | : | Turunan pertama atau turunan hibrid dalam fertilisasi-silang genetik. |
Generasi F2 | : | Keturunan yang dihasilkan dari perkawinan generasi hibrid F1. |
Genom | : | Komplemen lengkap gen-gen suatu organisme, materi genetik suatu organisme. |
Genotipe | : | Kandungan genetik suatu organisme. |
Ginogenesis | : | Proses perkembangan embrio yang berasal dari telur tanpa kontribusi material genetik jantan |
Gonad | : | Organ seks jantan dan betina, organ penghasil gamet pada sebagian besar hewan. |
Gonadotropin | : | Hormon yang merangsang aktivitas testes dan ovarium. |
Haploid | : | Memiliki jumlah kromosom yang khas untuk gamet makhluknya. |
Heritabilitas | : | Keragaman fenotipe yang diakibatkan oleh aksi genotipe atau menggambarkan tentang persentase keragaman fenotipe yang diwariskan dari induk kepada keturunannya. Dinotasikan dengan huruf h2 dengan nilai berkisar antara 0 – 1. |
Hermaphrodit | : | Individu yang mempunyai alat kelamin jantan dan betina. |
Heliks ganda | : | Bentuk DNA asli |
Haemoglobin | : | Protein mengandung besi dalam sel darah merah yang berikatan secara reversibel dengan oksigen. |
Herbivora | : | Hewan heterotropik yang memakan tumbuhan. |
Heterozigot | : | Mempunyai dua alel yang berbeda untuk suatu sifat genetik tertentu. |
Heterosis | : | Suatu ukuran untuk menilai keunggulan dan ketidakunggulan hibrid |
Hibrid | : | Turunan dari tetua yang secara genetik sangat berbeda, bahkan mungkin berlainan jenis atau marga. |
Hibridisasi | : | Perkawinan antara individu yang berbeda atau persilangan. |
Hipofisasi | : | Salah satu teknik dalam pengembangbiakan ikan dengan cara menyuntikkan ekstrak kelenjar hipofisa kepada induk ikan untuk mempercepat tingkat kematangan gonad. |
Hipotalamus | : | Bagian ventral otak depan vertebrata, yang berfungsi dalam mempertahankan homeostasis, khususnya dalam mengkoordinasikan sistem endokrin dengan sistem saraf. |
Histon | : | Protein kecil dengan porsi besar yang terdiri dari asam amino bermuatan positif yang berikatan dengan DNA bermuatan negatif dan berperan penting dalam struktur kromatinnya. |
Homeostasis | : | Kondisi fisiologis yang mantap dalam tubuh. |
Homozigot | : | Mempunyai dua alel yang identik untuk suatu sifat tertentu. |
Hormon | : | Bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik dan biokimia. |
Ikan transgenik | : | Ikan yang memiliki DNA asing didalam tubuhnya |
Inaktivasi sperma | : | Menonaktifkan sperma |
Inbreeding | : | Perkawinan antara individu-individu yang sekerabat yaitu berasal dari jantan dan betina yang sama. |
Infeksi Retroviral | : | Salah satu metode transfer gen. Metode ini menggunakan gen-gen heterogen yang dimasukkan ke dalam genome virus dan dapat dipindahkan kepada inang yang terinfeksi virus tersebut. |
Inkubasi | : | Masa penyimpanan |
Interfase | : | Fase dimana tidak ada perubahan pada inti sel, waktu istirahat. |
Karakter kuantitatif | : | Suatu ciri yang dapat diturunkan dalam suatu populasi yang bervariasi secara kontinu sebagai akibat pengaruh lingkungan dan pengaruh tambahan dua atau lebih gen. |
Kariotipe | : | Metode pengorganisasian kromosom suatu sel dalam kaitannya dengan jumlah, ukuran dan jenis. |
Katadromus | : | Ikan-ikan yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di perairan tawar dan bermigrasi ke laut untuk memijah. |
Kelenjar hipofisa | : | Kelenjar kecil dibagian otak bawah yang menghasilkan berbagai macam hormon yang dibutuhkan pada makhluk hidup . |
Kromosom | : | Struktur pembawa gen yang mirip benang yang terdapat di dalam nukleus. |
Kopulasi | : | Proses perkawinan |
Kista | : | Suatu stadia istirahat pada hewan cladosera atau crustacea tingkat rendah. |
Larva | : | Organisme yang belum dewasa yang baru keluar dari telur atau stadia setelah telur menetas. |
Larutan hipoklorit | : | Larutan yang mengandung HClO |
Lokus | : | Tempat khusus disepanjang kromosom tertentu dimana gen tertentu berada. |
Maskul;inisasi | : | Penjantanan. |
Meiosis | : | Tipe pembelahan sel dan nukleous ketika jumlah kromosom direduksi dari diploid ke haploid. |
Metasentrik | : | Kromosom yang sentromernya terletak ditengah-tengah. |
Metafase | : | Tahapan mitosis dan meiosis ketika kromosom mencapai keseimbangan posisi pada bidang ekuator. |
Metamormofose | : | Perubahan bentuk organisme dalam daur hidup |
Mikropil | : | Lubang kecil pada telur tempat masuknya sperma. |
Mikroinjeksi | : | Metode yang digunakan dalam mengintroduksi DNA asing ke dalam pronukleus atau sitoplasma telur yang telah terbuahi. DNA asing disuntikkan pada saat fase 1-2 sel. |
Mitosis | : | Proses pembelahan nukleus pada sel eukariotik yang secara konvensional dibagi menjadi lima tahapan : profase, prometafase, metafase, anafase, dan telofase. Mitosis mempertahankan jumlah kromosom dengan cara mengalokasikan kromosom yang direplikasikan secara sama ke masing-masing nukleus anak. |
Morula | : | Sekelompok sel anak (blastomer) yang terbentuk selama fase pembelahan zygot. |
Nauplii | : | Bentuk stadia setelah menetas pada crustacea atau copepoda. |
Neurohipofisa | : | Bagian dari kelenjar hipofisa, terdiri dari pars nervosa yang berfungsi mensekresi Oxytoxin, Arginin Vasotocin dan Isotocin |
Omnivore | : | Organisme pemakan segala |
Ovarium | : | Kelenjar kelamin betina yang menghasilkan ovum. |
Ovipar | : | Berkembangbiak dengan menghasilkan telur. |
Ovivipar | : | Berkembangbiak dengan menghasilkan telur tetapi telur tersebut menetas dalam tubuh induknya. |
Outbreeding | : | Perkawinan antara individu-individu yang tidak sekerabat (berbeda induknya), asih dalam satu varietas atau beda varietas. |
Ovulasi | : | Proses terlepasnya sel telur dari folikel. |
Partenogenesis | : | Perkembangbiakan telur menjadi individu baru tanpa pembuahan telur dan menghasilkan telur diploid. |
Pemijahan | : | Proses peletakan telur atau perkawinan |
Pigmen | : | Zat warna tubuh |
Plasmid | : | Molekul DNA sirkular yang bereplikasi pada sel-sel bakteri secara independent. |
Polar body | : | Sel telur hasil pembelahan meiosis yang tidak memiliki sitoplasma. |
Profase | : | Tahap pertama meiosis dan mitosis ketika kromosom mulai jelas terlihat. |
Progeni | : | Keturunan yang berasal dari sumber yang sama, anak cucu |
Poliploidisasi | : | Proses pergantian kromosom dimana individu yang dihasilkan mempunyai lebih dari dua set kromosom. |
Reproduksi | : | Proses perkembangbiakan baik secara aseksual maupun seksual. |
Seleksi | : | Pemisahan populasi dasar yang digunakan ke dalam kedua kelompok, yaitu kelompok terpilih dan kelompok yang harus terbuang. |
Sentromer | : | Bagian kromosom yang terletak pada titik ekuator kumparan pada metafase, tempat melekat benang penarik gelendong, posisi sentromer menentukan bentuk kromosom. |
Seks reversal | : | Proses pembalikan kelamin dengan menggunakan metode tertentu. |
Spermatogenesis | : | Proses perkembangan spermatogonium menjadi spermatis |
Spermatogonium | : | Sel-sel kecambah untuk membentuk sperma |
Spermatozoa | : | Sel gamet jantan dengan inti haploid yang ememiliki bentuk berekor. |
Spermiasi | : | Proses dimana spermatozoa dilepaskan dari cyste dan masuk kedalam lumen. |
Spermiogenesis | : | Proses metamorfosa spermatid menjadi spermatozoa |
Submetacentrik | : | Sentromer terletak pada ujung kromosom yang memiliki dua lengan yang tidak sama panjangnya. |
Subtelocentrik | : | Sentromer juga terletak pada ujung kromosom namun masih jelas terlihat adanya lengan pendek. |
Spektrofotometer | : | Suatu instrumen yang mengukur porsi dari cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda yang diserap dan dihantarkan oleh suatu larutan berpigmen. |
Telofase | : | Tahap akhir dari mitosis atau meiosis ketika pembagian sitoplasma dan penyusunan inti selesai. |
Testis | : | Gonad yang berperan menghasilkan sperma |
Tetraploid | : | Individu yang mempunyai empat perangkat kromosom haploid pada nukleusnya. |
Triploid | : | Individu yang mempunyai tiga perangkat kromosom haploid pada nukleusnya. |
Triploidisasi | : | Proses pembuatan organisme triploid dengan menggunakan kejutan suhu untuk menahan polar body II atau menahan pembelahan mitosis awal. |
Vitellogenesis | : | Proses deposisi kuning telur, dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma yang berasal dari vitelogenin eksogen yang membentuk kuning telur. |
Zygot | : | Sel diploid sebagai hasil perpaduan gamet jantan dan gamet betina haploid. |
DAFTAR ISI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR PUSTAKA untuk BUDIDAYA IKAN
GLOSARI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR GAMBAR untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
Selengkapnya tentang Budidaya Ikan klik disini
DAFTAR GAMBAR untuk BUDIDAYA IKAN
No. Judul Halaman
1.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
1.2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
1.3. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
1.4. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
1.5. Ikan Patin (Pangasius hiphothalamus)
1.6. Ikan Bawal (Colosoma brachyponum)
1.7. Ikan Tawes (Puntius gonionotus)
1.8. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki)
1.9. Ikan Sepat (Trichogaster pectolaris)
1.10. Ikan Kowan (Ctenopharyngodon idella)
1.11. Ikan Lele (Clarias sp)
1.12. Ikan Sidat (Anguilla sp)
1.13. Udang vanamei (Penaeus vannamei)
1.14. Ikan Bandeng (Chanos chanos)
1.15. Kerapu Merah (Plectopomus maculates)
1.16. Ikan Kakap putih (Lates calcarifer)
1.17. Ikan Kerapu (Chromileptes altivelis)
1.18. Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)
1.19. Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
1.20. Ikan Beronang (Siganus gutatus)
2.1 Kolam tanah
2.2 Kolam semiintensif
2.3 Kolam intensif
2.4 Kolam Pemijahan
2.5 Kolam Penetasan
2.6 Kolam Pemeliharaan
2.7 Kolam Pemberokan
2.8 Bak beton
2.9 Bak Fiber
2.10 Bak Plastik
2.11 Akuarium Kelompok
2.12 Akuarium sejenis
2.13 Akuarium Tanaman
2.14 Kolam jaring terapung tampak atas
2.15 Kolam jaring terapung tampak depan
2.16 Bentuk pematang trapesium sama kaki
2.17 Bentuk pematang trapesium tidak sama kaki
2.18 Kemiringan dasar kolam
2.19 Saluran tengah atau kemalir
2.20 Pintu pemasukan dan pengeluaran air di tengah
2.21 Pintu pemasukan dan pengeluaran air di sudut
2.22 Pintu pemasukan dan pengeluaran air bentuk L
2.23 Pintu pemasukan dan pengeluaran air system monik
2.24 Pemasukan dan pengeluaran air pipa paralon
2.25 Meletakkan lembaran kaca
2.26 Mengukur kaca
2.27 Memotong kaca
2.28 Menghaluskan bagian pinggir kaca
2.29 Lem silicon dan alat tembak lem
2.30 Penggunaan alat tembak lem
2.31 Lakban pada kaca
2.32 Mengeringkan akuarium
2.33 Kerangka jarring apung
2.34 Pelampung drum besi
2.35 Jangkar
2.36 Pola jarring
2.37 Pengeringan dasar kolam
2.38 Mengairi kolam
2.39 Sanitasi bak budidaya
3.1 Termometer
3.2 Secchi disk
3.3 Salinometer
3.4 Refraktometer
3.5 Flow meter
3.6 DO meter
3.7 pH meter
3.8 Kerta Lakmus
3.9 Planktonnet
3.10 Haemocytometer
3.11 Ekman Dredge
3.12 Spektrofotometer
4.1 Diagram skematik perkawinan dua tipe linebreeding
4.2 Induk ikan lele betina dan genital papilla
4.3 Induk ikan lele jantan dan genital papilla
4.4 Induk ikan mas betina dan genital papilla
4.5 Induk ikan mas jantan dan genital papilla
4.6 Induk ikan nila
4.7 Induk ikan patin jantan dan betina
4.8 Kanulasi induk ikan patin
4.9 Skema pengaturan sekresi hormone
4.10 Letak dan jenis kelenjar endokrin ikan dari arah depan
4.11 Mekanisme hormone steroid
4.12 Representasi diagram pada penempang sagital otak
4.13 Pengambilan kelenjar hipofisa
4.14 Penggerusan kelenjar hipofisa
4.15 Pemutaran alat sentrifuse
4.16 Pembuatan ekstrak kelenjar hipofisa
4.17 Pengambilan kelenjar ekstrak hipofisa
4.18 Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa
4.19 Pemasangan kakaban dikolam pemijahan cara Sunda
4.20 Kolam pemijahan cara Cimindi
4.21 Kolam pemijahan cara Magek
4.22 Kolam pemijahan cara Kantong
4.23 Kolam pemijahan cara Dubish
4.24 Kolam pemijahan cara Hofer
4.25 Diagram susunan kolam pemijahan bersekat
4.26 Sampling benih ikan
4.27 Pengemasan benih
6.1 Disk mill
6.2 Hammer mill
6.3 Vertical mixer
6.4 Horizontal mixer
6.5 Alat penggiling daging
6.6 Alur proses pembuatan pakan skala pabrikasi
6.7 Silo
6.8 Alat pengukur kadar air
6.9 Peralatan pengukuran kadar protein
6.10 Peralatan pengukuran kadar lemak
6.11 Peralatan pengukuran kadar serat kasar
6.12 Peralatan pengukuran kadar abu
6.13 Metode pemberian pakan dengan tangan
6.14 Ametode pemberian pakan dengan demand feeder
7.1 Chlorella sp
7.2 Tetrasemis sp
7.3 Scenedesmus sp
7.4 Skeletonema costatum
7.5 Spirulina sp
7.6 Brachionus sp
7.7 Artemia salina
7.8 Moina sp
7.9 Daphnia sp
7.10 Paramecium
7.11 Tubifex sp
7.12 Erlemeyer
7.13 Cawan Petri
7.14 Jarum ose
7.15 Pipet kaca
7.16 Tabung reaksi
7.17 Mikroskop
7.18 Bak fiber
7.19 Aerator
7.20 Daphnia sp (bagian-bagian tubuh)
7.21 Kemasan cyst Artemia
7.22 Perkembangbiakan Artemia
7.23 Rotifera
7.24 Daur hidup rotifer
7.25 Tubifex
7.26 Daur hidup tubifex
8.1 Ichthyophthirius multifiliis
8.2 Siklus hidup Ichthyophthirius multifiliis
8.3 Trichodina tampak bawah
8.4 Trichodina tampak atas
8.5 Myxobolus sp
8.6 Myxosoma sp
8.7 Thellohanellus sp
8.8 Henneguya sp
8.9 Dactylogyrus sp
8.10 Gyrodactilus sp
8.11 Lernea sp
8.12 Argulus indicus tampak bawah
8.13 Saprolegnia sp
8.14 Achlya sp
8.15 Aeromonas sp
8.16 Mekanisme kerja mekanik
8.17 Penumpukan partikel pada media filter mekanik
8.18 Filter air
8.19 Dropsy pada ikan plati dan cupang
8.20 Dropsy tampak samping
8.21 Akumulasi cairan
8.22 Contoh kasus kelainan gelembung renang
8.23 Gejala umum ulcer
8.24 Ikan terserang white spot
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
No. Judul Halaman
1.1 Komoditas akuakultur yang sudah lazim dibudidayakan dalam system budidaya di Indonesia
2.1 Perbandingan antara ukuran akuarium dengan ketebalan kaca
2.2 Jenis pelampung dan lama pemakaian
2.3 Ukuran mata jaring yang digunakan berdasarkan ukuran ikan yang dibudidayakan
2.4 Perbandingan jumlah mata jarring yang harus dipotong dalam berbagai ukuran kantong jarring dan mata jaring.
2.5 Dosis kapur tohor (CaO)
3.1 Pengaruh suhu air terhadap respon konsumsi pakan
3.2 Hubungan antara kadar oksigen terlarut dan suhu
3.3 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan
3.4 Presentase ammonia bebas terhadap ammonia total
3.5 Kriteria kualitas air Golongan C
3.6 Parameter kualitas air untuk budidaya ikan dan peralatan pengukuran yang dapat digunakan
4.1 Perbandingan strategi, keuntungan dan kerugian dari seleksi individu (A), seleksi within family (B) dan seleksi between family (C)
4.2 Pengaruh silang dalam terhadap frekuensi genotype dan frekuensi alel dalam lokus
4.3 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan mas
4.4 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan mas matang gonad
4.5 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan nila
4.6 Dosis pengapuran untuk menetralkan dari berbagai
jenis tekstur tanah dan pH awal yang berbeda
4.7 Perkembangan stadia embrio ikan lele pada suhu 28oC
4.8 Lama pemeliharaan ikan mas berdasarkan sistem pemeliharaan
5.1 Kebutuhan energi untuk ikan Salmon
5.2 Kebutuhan energi untuk Catfish
5.3 Nama dan singkatan asam amino
5.4 Kebutuhan asam amino essensial pada beberapa jenis ikan dalam % protein pakan
5.5 Tingkat kebutuhan protein optimal (% berat kering pakan) pada beberapa jenis ikan budidaya
5.6 Klasifikasi karbohidrat
5.7 Nilai kecernaan karbohidrat berdasarkan kadar dan sumbernya oleh beberapa ikan budidaya
5.8 Kebutuhan optimum karbohidrat dalam pakan untuk pertumbuhan beberapa ikan budidaya
5.9 Nama umum asam lemak
5.10 Kelompok asam lemak unsaturated jenuh
5.11 Kebutuhan asam lemak essensial pada ikan
5.12 Komposisi asam lemak essensial pada berbagai sumber lipid (g/100 g asam lemak)
5.13 Penggolongan beberapa sumber vitamin A
5.14 Kebutuhan vitamin A beberapa spesies ikan budidaya
5.15 Kekurangan vitamin A pada beberapa jenis ikan
5.16 Kebutuhan vitamin D beberapa spesies ikan budidaya
5.17 Kebutuhan vitamin E beberapa spesies ikan budidaya
5.18 Kriteria respon ikan terhadap pemberian vitamin E sesuai dengan kebutuhan ikan budidaya
5.19 Gejala kekurangan vitamin E pada beberapa ikan budidaya
5.20 Kebutuhan tiamin dalam pakan
5.21 Tanda-tanda kekurangan tiamin A pada ikan budidaya
5.22 Kebutuhan vitamin B2 dalam pakan ikan
5.23 Tanda-tanda kekurangan riboflavin pada ikan budidaya
5.24 Kebutuhan vitamin B6 dalam pakan ikan
5.25 Tanda-tanda kekurangan piridoksin pada ikan budidaya
5.26 Kebutuhan vitamin B5 dalam pakan ikan
5.27 Tanda-tanda kekurangan asam pantotenat pada ikan budidaya
5.28 Kebutuhan biotin dalam pakan ikan
5.29 Tanda-tanda kekurangan biotin pada ikan budidaya
5.30 Kebutuhan asam folat dalam pakan ikan
5.31 Tanda-tanda kekurangan asam folat pada ikan budidaya
5.32 Kebutuhan vitamin B12 dalam pakan ikan
5.33 Tanda-tanda kekurangan vitamin B12 pada ikan budidaya
5.34 Kebutuhan Niasin dalam pakan ikan
5.35 Tanda-tanda kekurangan Niasin pada ikan budidaya
5.36 Kebutuhan inositol dalam pakan ikan
5.37 Tanda-tanda kekurangan inositol pada ikan budidaya
5.38 Kebutuhan Kolin dalam pakan ikan
5.39 Tanda-tanda kekurangan kolin pada ikan budidaya
5.40 Kebutuhan vitamin C dalam pakan ikan
5.41 Tanda-tanda kekurangan vitamin C pada ikan budidaya
5.42 Kebutuhan mineral makro dalam pakan pada berbagai jenis ikan air tawar (mg/kg atau g/kg berat kering)
5.43 Kebutuhan mineral mikro dalam pakan pada berbagai jenis ikan air tawar (mg/kg atau g/kg berat kering)
5.44 Kebutuhan zat besi pada beberapa jenis ikan
5.45 Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan
5.46 Kebutuhan mangan pada beberapa jenis ikan
5.47 Kebutuhan mineral tembaga pada beberapa jenis ikan
6.1 Beberapa jenis ikan berdasarkan kebiasaan makannya
6.2 Kandungan nutrisi bahan baku nabati
6.3 Kandungan nutrisi bahan baku hewani
6.4 Kandungan nutrisi bahan baku limbah pertanian
6.5 Rekomendasi penggunaan bahan baku untuk pakan ikan dan udang dalam %
6.6 Jenis dan kandungan nutrisi bahan baku ikan karnivora
6.7 Hasil analisa proksimat bahan baku
6.8 Bahan baku pakan yang mengandung zat antinutrisi dan cara menghilangkan zat antinutrisi
6.9 Acuan bentuk dan tipe pakan buatan untuk ikan budidaya
6.10 Skedul pemberian pakan dalam usaha budidaya ikan
6.11 Skedul pemberian pakan pada udang
6.12 Jumlah pakan harian pudang dengan kelangsungan hidup 80%
7.1 Komposisi pupuk pada media stok murni kultur algae
7.2 Komposisi Trace Metal Solution
7.3 Komposisi pupuk pada phytoplankton air tawar
7.4 Komposisi pupuk phytoplankton semi masal
7.5 Komposisi pupuk kultur missal
7.6 Komposisi campuran vitamin pada media Dphnia
7.7 Komposisi bahan kimia untuk membuat air laut kadar garam 5 permill
7.8 Komposisi bahan kimia untuk membuat air laut kadar garam 30
DAFTAR ISI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR PUSTAKA untuk BUDIDAYA IKAN
GLOSARI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR GAMBAR untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
Selengkapnya tentang Budidaya Ikan klik disini
1.1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)
1.2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
1.3. Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
1.4. Udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
1.5. Ikan Patin (Pangasius hiphothalamus)
1.6. Ikan Bawal (Colosoma brachyponum)
1.7. Ikan Tawes (Puntius gonionotus)
1.8. Ikan Tambakan (Helostoma temmincki)
1.9. Ikan Sepat (Trichogaster pectolaris)
1.10. Ikan Kowan (Ctenopharyngodon idella)
1.11. Ikan Lele (Clarias sp)
1.12. Ikan Sidat (Anguilla sp)
1.13. Udang vanamei (Penaeus vannamei)
1.14. Ikan Bandeng (Chanos chanos)
1.15. Kerapu Merah (Plectopomus maculates)
1.16. Ikan Kakap putih (Lates calcarifer)
1.17. Ikan Kerapu (Chromileptes altivelis)
1.18. Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata)
1.19. Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
1.20. Ikan Beronang (Siganus gutatus)
2.1 Kolam tanah
2.2 Kolam semiintensif
2.3 Kolam intensif
2.4 Kolam Pemijahan
2.5 Kolam Penetasan
2.6 Kolam Pemeliharaan
2.7 Kolam Pemberokan
2.8 Bak beton
2.9 Bak Fiber
2.10 Bak Plastik
2.11 Akuarium Kelompok
2.12 Akuarium sejenis
2.13 Akuarium Tanaman
2.14 Kolam jaring terapung tampak atas
2.15 Kolam jaring terapung tampak depan
2.16 Bentuk pematang trapesium sama kaki
2.17 Bentuk pematang trapesium tidak sama kaki
2.18 Kemiringan dasar kolam
2.19 Saluran tengah atau kemalir
2.20 Pintu pemasukan dan pengeluaran air di tengah
2.21 Pintu pemasukan dan pengeluaran air di sudut
2.22 Pintu pemasukan dan pengeluaran air bentuk L
2.23 Pintu pemasukan dan pengeluaran air system monik
2.24 Pemasukan dan pengeluaran air pipa paralon
2.25 Meletakkan lembaran kaca
2.26 Mengukur kaca
2.27 Memotong kaca
2.28 Menghaluskan bagian pinggir kaca
2.29 Lem silicon dan alat tembak lem
2.30 Penggunaan alat tembak lem
2.31 Lakban pada kaca
2.32 Mengeringkan akuarium
2.33 Kerangka jarring apung
2.34 Pelampung drum besi
2.35 Jangkar
2.36 Pola jarring
2.37 Pengeringan dasar kolam
2.38 Mengairi kolam
2.39 Sanitasi bak budidaya
3.1 Termometer
3.2 Secchi disk
3.3 Salinometer
3.4 Refraktometer
3.5 Flow meter
3.6 DO meter
3.7 pH meter
3.8 Kerta Lakmus
3.9 Planktonnet
3.10 Haemocytometer
3.11 Ekman Dredge
3.12 Spektrofotometer
4.1 Diagram skematik perkawinan dua tipe linebreeding
4.2 Induk ikan lele betina dan genital papilla
4.3 Induk ikan lele jantan dan genital papilla
4.4 Induk ikan mas betina dan genital papilla
4.5 Induk ikan mas jantan dan genital papilla
4.6 Induk ikan nila
4.7 Induk ikan patin jantan dan betina
4.8 Kanulasi induk ikan patin
4.9 Skema pengaturan sekresi hormone
4.10 Letak dan jenis kelenjar endokrin ikan dari arah depan
4.11 Mekanisme hormone steroid
4.12 Representasi diagram pada penempang sagital otak
4.13 Pengambilan kelenjar hipofisa
4.14 Penggerusan kelenjar hipofisa
4.15 Pemutaran alat sentrifuse
4.16 Pembuatan ekstrak kelenjar hipofisa
4.17 Pengambilan kelenjar ekstrak hipofisa
4.18 Penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa
4.19 Pemasangan kakaban dikolam pemijahan cara Sunda
4.20 Kolam pemijahan cara Cimindi
4.21 Kolam pemijahan cara Magek
4.22 Kolam pemijahan cara Kantong
4.23 Kolam pemijahan cara Dubish
4.24 Kolam pemijahan cara Hofer
4.25 Diagram susunan kolam pemijahan bersekat
4.26 Sampling benih ikan
4.27 Pengemasan benih
6.1 Disk mill
6.2 Hammer mill
6.3 Vertical mixer
6.4 Horizontal mixer
6.5 Alat penggiling daging
6.6 Alur proses pembuatan pakan skala pabrikasi
6.7 Silo
6.8 Alat pengukur kadar air
6.9 Peralatan pengukuran kadar protein
6.10 Peralatan pengukuran kadar lemak
6.11 Peralatan pengukuran kadar serat kasar
6.12 Peralatan pengukuran kadar abu
6.13 Metode pemberian pakan dengan tangan
6.14 Ametode pemberian pakan dengan demand feeder
7.1 Chlorella sp
7.2 Tetrasemis sp
7.3 Scenedesmus sp
7.4 Skeletonema costatum
7.5 Spirulina sp
7.6 Brachionus sp
7.7 Artemia salina
7.8 Moina sp
7.9 Daphnia sp
7.10 Paramecium
7.11 Tubifex sp
7.12 Erlemeyer
7.13 Cawan Petri
7.14 Jarum ose
7.15 Pipet kaca
7.16 Tabung reaksi
7.17 Mikroskop
7.18 Bak fiber
7.19 Aerator
7.20 Daphnia sp (bagian-bagian tubuh)
7.21 Kemasan cyst Artemia
7.22 Perkembangbiakan Artemia
7.23 Rotifera
7.24 Daur hidup rotifer
7.25 Tubifex
7.26 Daur hidup tubifex
8.1 Ichthyophthirius multifiliis
8.2 Siklus hidup Ichthyophthirius multifiliis
8.3 Trichodina tampak bawah
8.4 Trichodina tampak atas
8.5 Myxobolus sp
8.6 Myxosoma sp
8.7 Thellohanellus sp
8.8 Henneguya sp
8.9 Dactylogyrus sp
8.10 Gyrodactilus sp
8.11 Lernea sp
8.12 Argulus indicus tampak bawah
8.13 Saprolegnia sp
8.14 Achlya sp
8.15 Aeromonas sp
8.16 Mekanisme kerja mekanik
8.17 Penumpukan partikel pada media filter mekanik
8.18 Filter air
8.19 Dropsy pada ikan plati dan cupang
8.20 Dropsy tampak samping
8.21 Akumulasi cairan
8.22 Contoh kasus kelainan gelembung renang
8.23 Gejala umum ulcer
8.24 Ikan terserang white spot
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
No. Judul Halaman
1.1 Komoditas akuakultur yang sudah lazim dibudidayakan dalam system budidaya di Indonesia
2.1 Perbandingan antara ukuran akuarium dengan ketebalan kaca
2.2 Jenis pelampung dan lama pemakaian
2.3 Ukuran mata jaring yang digunakan berdasarkan ukuran ikan yang dibudidayakan
2.4 Perbandingan jumlah mata jarring yang harus dipotong dalam berbagai ukuran kantong jarring dan mata jaring.
2.5 Dosis kapur tohor (CaO)
3.1 Pengaruh suhu air terhadap respon konsumsi pakan
3.2 Hubungan antara kadar oksigen terlarut dan suhu
3.3 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan
3.4 Presentase ammonia bebas terhadap ammonia total
3.5 Kriteria kualitas air Golongan C
3.6 Parameter kualitas air untuk budidaya ikan dan peralatan pengukuran yang dapat digunakan
4.1 Perbandingan strategi, keuntungan dan kerugian dari seleksi individu (A), seleksi within family (B) dan seleksi between family (C)
4.2 Pengaruh silang dalam terhadap frekuensi genotype dan frekuensi alel dalam lokus
4.3 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan mas
4.4 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan mas matang gonad
4.5 Ciri-ciri induk jantan dan betina ikan nila
4.6 Dosis pengapuran untuk menetralkan dari berbagai
jenis tekstur tanah dan pH awal yang berbeda
4.7 Perkembangan stadia embrio ikan lele pada suhu 28oC
4.8 Lama pemeliharaan ikan mas berdasarkan sistem pemeliharaan
5.1 Kebutuhan energi untuk ikan Salmon
5.2 Kebutuhan energi untuk Catfish
5.3 Nama dan singkatan asam amino
5.4 Kebutuhan asam amino essensial pada beberapa jenis ikan dalam % protein pakan
5.5 Tingkat kebutuhan protein optimal (% berat kering pakan) pada beberapa jenis ikan budidaya
5.6 Klasifikasi karbohidrat
5.7 Nilai kecernaan karbohidrat berdasarkan kadar dan sumbernya oleh beberapa ikan budidaya
5.8 Kebutuhan optimum karbohidrat dalam pakan untuk pertumbuhan beberapa ikan budidaya
5.9 Nama umum asam lemak
5.10 Kelompok asam lemak unsaturated jenuh
5.11 Kebutuhan asam lemak essensial pada ikan
5.12 Komposisi asam lemak essensial pada berbagai sumber lipid (g/100 g asam lemak)
5.13 Penggolongan beberapa sumber vitamin A
5.14 Kebutuhan vitamin A beberapa spesies ikan budidaya
5.15 Kekurangan vitamin A pada beberapa jenis ikan
5.16 Kebutuhan vitamin D beberapa spesies ikan budidaya
5.17 Kebutuhan vitamin E beberapa spesies ikan budidaya
5.18 Kriteria respon ikan terhadap pemberian vitamin E sesuai dengan kebutuhan ikan budidaya
5.19 Gejala kekurangan vitamin E pada beberapa ikan budidaya
5.20 Kebutuhan tiamin dalam pakan
5.21 Tanda-tanda kekurangan tiamin A pada ikan budidaya
5.22 Kebutuhan vitamin B2 dalam pakan ikan
5.23 Tanda-tanda kekurangan riboflavin pada ikan budidaya
5.24 Kebutuhan vitamin B6 dalam pakan ikan
5.25 Tanda-tanda kekurangan piridoksin pada ikan budidaya
5.26 Kebutuhan vitamin B5 dalam pakan ikan
5.27 Tanda-tanda kekurangan asam pantotenat pada ikan budidaya
5.28 Kebutuhan biotin dalam pakan ikan
5.29 Tanda-tanda kekurangan biotin pada ikan budidaya
5.30 Kebutuhan asam folat dalam pakan ikan
5.31 Tanda-tanda kekurangan asam folat pada ikan budidaya
5.32 Kebutuhan vitamin B12 dalam pakan ikan
5.33 Tanda-tanda kekurangan vitamin B12 pada ikan budidaya
5.34 Kebutuhan Niasin dalam pakan ikan
5.35 Tanda-tanda kekurangan Niasin pada ikan budidaya
5.36 Kebutuhan inositol dalam pakan ikan
5.37 Tanda-tanda kekurangan inositol pada ikan budidaya
5.38 Kebutuhan Kolin dalam pakan ikan
5.39 Tanda-tanda kekurangan kolin pada ikan budidaya
5.40 Kebutuhan vitamin C dalam pakan ikan
5.41 Tanda-tanda kekurangan vitamin C pada ikan budidaya
5.42 Kebutuhan mineral makro dalam pakan pada berbagai jenis ikan air tawar (mg/kg atau g/kg berat kering)
5.43 Kebutuhan mineral mikro dalam pakan pada berbagai jenis ikan air tawar (mg/kg atau g/kg berat kering)
5.44 Kebutuhan zat besi pada beberapa jenis ikan
5.45 Kebutuhan mineral seng pada beberapa jenis ikan
5.46 Kebutuhan mangan pada beberapa jenis ikan
5.47 Kebutuhan mineral tembaga pada beberapa jenis ikan
6.1 Beberapa jenis ikan berdasarkan kebiasaan makannya
6.2 Kandungan nutrisi bahan baku nabati
6.3 Kandungan nutrisi bahan baku hewani
6.4 Kandungan nutrisi bahan baku limbah pertanian
6.5 Rekomendasi penggunaan bahan baku untuk pakan ikan dan udang dalam %
6.6 Jenis dan kandungan nutrisi bahan baku ikan karnivora
6.7 Hasil analisa proksimat bahan baku
6.8 Bahan baku pakan yang mengandung zat antinutrisi dan cara menghilangkan zat antinutrisi
6.9 Acuan bentuk dan tipe pakan buatan untuk ikan budidaya
6.10 Skedul pemberian pakan dalam usaha budidaya ikan
6.11 Skedul pemberian pakan pada udang
6.12 Jumlah pakan harian pudang dengan kelangsungan hidup 80%
7.1 Komposisi pupuk pada media stok murni kultur algae
7.2 Komposisi Trace Metal Solution
7.3 Komposisi pupuk pada phytoplankton air tawar
7.4 Komposisi pupuk phytoplankton semi masal
7.5 Komposisi pupuk kultur missal
7.6 Komposisi campuran vitamin pada media Dphnia
7.7 Komposisi bahan kimia untuk membuat air laut kadar garam 5 permill
7.8 Komposisi bahan kimia untuk membuat air laut kadar garam 30
DAFTAR ISI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR PUSTAKA untuk BUDIDAYA IKAN
GLOSARI untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR GAMBAR untuk BUDIDAYA IKAN
DAFTAR TABEL untuk BUDIDAYA IKAN
Selengkapnya tentang Budidaya Ikan klik disini
Pemeliharaan dan pemanenan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Pada subbab ini akan dibahas
beberapa contoh dalam melakukan
pemeliharaan dan pemanenan
Phytoplankton antara lain adalah
Cholrela, Tetraselmis dan
Skeletonema costatum.
Chlorella
Penyiapan Bibit Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan larutan klorin 150 ppm
2. Dalam wadah 1 galon:
Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu aerasi
Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella airtawar dapat menggunakan air tawar yang disaring dengan kain saringan 15 mikron
Air disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran dengan lampu ultraviolet
Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen- Miguel, yang terdiri dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam 100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O; 2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya dilarutkan dalam 80 ml air suling
Setiap 1 liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan B
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter pupuk TSP, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk KCl sebanyak 10-15 mg/l
Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan urea dengan takaran 50 gram/m3
Pemeliharaan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Dalam wadah 1 galon :
Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan saringan 15 mikron
Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran lampu neon, dan air diudarai terus-menerus
Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10 juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar
Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton membutuhkan 5 galon bibit
Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk organik dari kotorannya
Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung
Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat mencapai kepadatan 5 juta sel/ml
Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahanair baru, dan pemberian obat pemberantas hama
Pemanenan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung diumpankan pada ikan.
Tetraselmis
Penyiapan Bibit
1. Dalam wadah 1liter
Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton
Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
- Natrium dihidrofosfat- NaH2PO4 = 10 mg/l atau Natrium fosfat- Na3PO4 = 27,6 mg/l atau Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 =11,2 mg/l
- Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
- EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
- Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
- Biotin = 1 mikrogram/l
- Vitamin B12 = 1mikrogram/l
- Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
- Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
- Natrium molibdat- NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
- Mangan klorida kristal- MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
- Kobalt korida kristal- CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter):
Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples
Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Urea – 46 = 100 mg/l
- Kalium hidrofosfat – K2HPO4 = 10 mg/l
- Agrimin = 1 mg/l
- Besi klorida – FeCl3 = 2 mg/l
- EDTA (Ethyelene Dinitro Tetraacetic Acid) = 2 mg/l - Vitamin B1 = 0,005 mg/l
- Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass
Persiapan lain sama
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Urea-46 = 100 mg/liter
- Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
- Kalium hidrofosfat- K2HPO4 = 5 mg/liter atau Kalium dihidrofosfat- K2H2PO4 = 5 mg/liter - Agrimin = 1 mg/liter
- Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60 -100 mg/liter dan TSP 20 - 50 mg/liter
Pemeliharaan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Dalam wadah 1liter : Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000 sel/ml. Airnya diudarai terusmenerus dan wadah diletakkan dalam ruang ber- AC, dan di bawah sinar lampu neon
Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4 - 5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml, hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml
Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus
Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton 100 liter
Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml
Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat digunakan sebagai pakan
Pemanenan PHYTOPLANKTON PAKAN ALAMI Ikan
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1 ton. Kultur Skeletonema costatum dalam gelas erlemeyer 1 liter
1. Gelas erlemeyer, selang dan batu aerasi dibersihkan dengan cara dicuci bersih dengan deterjent kemudian dibilas dengan Chlorin 150 ppm (150 ml chlorine dalam 1000 liter air)
2. Siapkan larutan pupuk A,B,C dan D. Larutan pupuk A adalah campuran antara 20,2 g KNO3 dengan 100 cc aquadest. Larutan pupuk B adalah campuran antara 2,0 g Na2HPO4 dengan 100 cc aqudest. Larutan pupuk C adalah campuran antara 1,0 g Na2SiO3 dengan 100 cc aqudest. Larutan D adalah 1,0 g FeCl3 dengan 20 cc aquadest.
3. Perbandingan antara air laut dengan pupuk adalah 1 liter air laut diberi larutan A, B, dan C masing-masing 1 cc dan 4 tetes larutan D.
4. Masukkan air laut yang telah disterilisasi dan dicampur dengan pupuk kedalam wadah sebanyak 300 – 500 cc dan ukur kadar garamnya, kadar garam (salinitas) yang baik untuk kultur Skeletonema costatum adalah 28 – 35 ppt
5. Tebar bibit Skeletonema costatum dengan padat penebaran (N2) sekitar 70.000 sel per cc. Volume Skeletonema costatum yang dibutuhkan untuk penebaran (V1) dapat dihitung dengan rumus :
N2 X V2 V1 = (dalam cc atau liter) N1
dimana :
V1 : Volume Skeletonema costatum yang diperlukan untuk penebaran
V2 : Volume kultur Skeletonema costatum yang dibuat dalam gelas erlemeyer
N1 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang akan ditebar
N2 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang dikehendaki dalam penebaran ( dalam hal ini misalnya ditentukan yaitu 70.000 sel per cc)
Makin tinggi jumlah N2 makin cepat kultur ini mencapai kepadatan maksimal , oleh karena itu dalam menentukan besarnya N2 harus perlu dipertimbangkan pemenfaatannya. Dengan kepadatan awal 70.000 sel diharapkan dalam waktu 3 – 4 hari sudah mencapai puncaknya dan siap dipanen.
6. Aerasi dipasangkan kedalam wadah budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan Oksigen yang diperlukan dalam proses metabolisme dan mencegah pengendapan plankton.
7. Botol kultur diletakkan dibawah cahaya lampu neon (TL) sebagai sumber energi untuk fotosintesa.
8. Dalam waktu 3 – 4 hari perkembangan diatom mencapai puncaknya yaitu 6 – 7 juta sel per cc dan siap untuk dipanen dan dapat digunakan sebagai bibit pada budidaya skala semi massal
Cara Menghitung Kepadatan Phytoplankton
1. Teteskan alga diatas permukaan gelas preparat dibagian tengah, kemudian tutup dengan gelas penutup maka air akan menutupi permukaan gelas yang bergaris. Luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm persegi dan tinggi atau jarak cairan alga antara permukaan gelas bagian tengah dan gelas penutup juga diketahui yaitu 0,1 mm , maka volume air diatas permukaan bergaris sama dengan 1 mm2 X 0,1 mm = 0,1 mm3 (0,0001 cm3).
2. Hitunglah jumlah plankton yang terdapat dalam kotak dan lakukan perhitungan :
Jika dihitung dalam 400 kotak: Jumlah sel X 10.000/ml
Jika dihitung hanya beberapa kotak : rata-rata jumlah sel/kotak X 400 kotak X 10.000/ml
Peralatan Budidaya Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Selengkapnya tentang BUDIDAYA PHYTOPLANKTON PAKAN ALAMI Ikan klik disini
Metode media agar kultur murni phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Selengkapnya tentang
Perikanan : TEKNOLOGI PRODUKSI PAKANALAMI Ikan klik disini.
Chlorella
Penyiapan Bibit Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Alat-alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan larutan klorin 150 ppm
2. Dalam wadah 1 galon:
Menggunakan stoples atau botol “carboys”, slang aerasi, dan batu aerasi
Botol diisi medium ± 3 liter, untuk Chlorella air laut menggunakan medium dengan kadar garam 15 permil, dan untuk Chlorella airtawar dapat menggunakan air tawar yang disaring dengan kain saringan 15 mikron
Air disterilkan dengan cara mendidihkan, klorinasi, atau penyinaran dengan lampu ultraviolet
Pemupukan dengan menggunakan ramuan Allen- Miguel, yang terdiri dari 2 larutan, yaitu: (1) Larutan A, terdiri dari 20 gram KNO3 dalam 100 ml air suling; (2) Larutan B, terdiri dari: 4 gram Na2HPO4.12H2O; 2 gram CaCl2.6H2O; 2 gram FeCl3; dan 2 ml HCl; semuanya dilarutkan dalam 80 ml air suling
Setiap 1 liter medium, menggunakan 2 ml larutan A dan 1 ml larutan B
3. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton
Wadah dicuci dan dibebashamakan. Air untuk medium harus disaring. Medium dipupuk dengan jenis dan takaran: 100 mg/liter pupuk TSP, Urea sebanyak 10-15 mg/liter dan pupuk KCl sebanyak 10-15 mg/l
Untuk pertumbuhan dalam wadah besar (1ton) cukup menggunakan urea dengan takaran 50 gram/m3
Pemeliharaan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Dalam wadah 1 galon :
Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, sampai airnya berwarna agak kehijau-hijauan. Bibit yang masuk disaring dengan saringan 15 mikron
Wadah disimpan di dalam ruang laboratorium di bawah penyinaran lampu neon, dan air diudarai terus-menerus
Setelah ± 5 hari, Chlorella sudah tumbuh dengan kepadatan sekitar 10 juta sel/ml. Airnya berwarna hijau segar
Hasil penumbuhan ini digunakan sebagai bibit pada penumbuhan dalam wadah yang lebih besar.
2. Dalam wadah 60 liter atau 1 ton :
Untuk wadah 60 liter membutuhkan 1 galon bibit dan untuk wadah 1 ton membutuhkan 5 galon bibit
Selain dipupuk, dapat dilepaskan ikan mujair besar 4-5 ekor/m2 yang diberi makan pelet secukupnya, bertujuan sebagai penghasil pupuk organik dari kotorannya
Wadah disimpan dalam ruangan yang kena sinar matahari langsung
Setelah 5 hari pertumbuhan terjadi dan pada puncaknya dapat mencapai kepadatan 5 juta sel/ml
Secara berkala medium perlu dipupuk susulan, penambahanair baru, dan pemberian obat pemberantas hama
Pemanenan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Chlorella dipanen dari perairan masal 60 l/ 1 ton dan dapat langsung diumpankan pada ikan.
Tetraselmis
Penyiapan Bibit
1. Dalam wadah 1liter
Dapat menggunakan botol erlenmeyer. Botol, slang plastik, dan batu aerasi dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan larutan klorin 150 ml/ton
Wadah diisi air medium dengan kadar garam 28 permil yang telah disaring dengan saringan 15 mikron. Kemudian disterilkan dengan cara direbus, diklorin 60 ppm dan dinetralkan dengan 20 ppm Na2S2O3, atau disinari lampu ultraviolet
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Natrium nitrat – NaNO3 = 84 mg/l
- Natrium dihidrofosfat- NaH2PO4 = 10 mg/l atau Natrium fosfat- Na3PO4 = 27,6 mg/l atau Kalsium fosfat-Ca3(PO4)2 =11,2 mg/l
- Besi klorida – FeCl3 = 2,9 mg/l
- EDTA (Ethylene dinitrotetraacetic acid) = 10 mg/l
- Tiamin-HCl (vitamin B1) = 9,2 mg/l
- Biotin = 1 mikrogram/l
- Vitamin B12 = 1mikrogram/l
- Tembaga sulfat kristal CuSO4.5H2O = 0,0196 mg/l
- Seng sulfat kristal ZnSO4.7H2O = 0,044 mg/l
- Natrium molibdat- NaMoO4.7H2O = 0,02 mg/l
- Mangan klorida kristal- MnCl2.4H2O = 0,0126 mg/l
- Kobalt korida kristal- CoCl2.6H2O = 3,6 mg/l
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter):
Dapat menggunakan botol “carboys” atau stoples
Persiapan sama dengan dalam wadah 1 liter
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Urea – 46 = 100 mg/l
- Kalium hidrofosfat – K2HPO4 = 10 mg/l
- Agrimin = 1 mg/l
- Besi klorida – FeCl3 = 2 mg/l
- EDTA (Ethyelene Dinitro Tetraacetic Acid) = 2 mg/l - Vitamin B1 = 0,005 mg/l
- Vitamin B12 = 0,005 mg/l
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
Wadah 200 liter dapat menggunakan akuarium, dan untuk 1 ton menggunakan bak dari kayu, bak semen, atau bak fiberglass
Persiapan lain sama
Medium dipupuk dengan jenis dan takaran sebagai berikut :
- Urea-46 = 100 mg/liter
- Pupuk 16-20-0 = 5 mg/liter
- Kalium hidrofosfat- K2HPO4 = 5 mg/liter atau Kalium dihidrofosfat- K2H2PO4 = 5 mg/liter - Agrimin = 1 mg/liter
- Besi klorida-FeCl3 = 2 mg/liter
Untuk wadah 1 ton dapat hanya menggunakan urea 60 -100 mg/liter dan TSP 20 - 50 mg/liter
Pemeliharaan Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
1. Dalam wadah 1liter : Bibit ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk sebanyak 100.000 sel/ml. Airnya diudarai terusmenerus dan wadah diletakkan dalam ruang ber- AC, dan di bawah sinar lampu neon
Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4 - 5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya
2. Dalam wadah 1 galon (3 liter) :
Bibit dari penumbuhan dalam wadah 1 liter, ditebar dalam medium yang telah diberi pupuk, untuk setiap galon membutuhkan bibit 100 ml, hingga kepadatan mencapai 100.000 sel/ml
Wadah ditaruh di dalam ruangan ber-AC, di bawah lampu neon, dan airnya diudarai terus-menerus
Setelah 4-5 hari telah berkembang dengan kepadatan 4-5 juta sel/ml. Hasilnya digunakan sebagai bibit pada penumbuhan berikutnya
3. Dalam wadah 200 liter dan 1 ton
Wadah 200 liter membutuhkan 3 galon bibit, sedangkan wadah 1 ton 100 liter
Dalam waktu 4-5 hari mencapai puncak perkembangan dengan kepadatan 2-4 juta sel/ml
Hasil penumbuhan di wadah 200 ton digunakan sebagai bibit untuk penumbuhan di wadah 1 ton, sedangkan dari wadah 1 ton dapat digunakan sebagai pakan
Pemanenan PHYTOPLANKTON PAKAN ALAMI Ikan
Cara pemanenan langsung diumpankan dan diambil dari budidaya masal 1 ton. Kultur Skeletonema costatum dalam gelas erlemeyer 1 liter
1. Gelas erlemeyer, selang dan batu aerasi dibersihkan dengan cara dicuci bersih dengan deterjent kemudian dibilas dengan Chlorin 150 ppm (150 ml chlorine dalam 1000 liter air)
2. Siapkan larutan pupuk A,B,C dan D. Larutan pupuk A adalah campuran antara 20,2 g KNO3 dengan 100 cc aquadest. Larutan pupuk B adalah campuran antara 2,0 g Na2HPO4 dengan 100 cc aqudest. Larutan pupuk C adalah campuran antara 1,0 g Na2SiO3 dengan 100 cc aqudest. Larutan D adalah 1,0 g FeCl3 dengan 20 cc aquadest.
3. Perbandingan antara air laut dengan pupuk adalah 1 liter air laut diberi larutan A, B, dan C masing-masing 1 cc dan 4 tetes larutan D.
4. Masukkan air laut yang telah disterilisasi dan dicampur dengan pupuk kedalam wadah sebanyak 300 – 500 cc dan ukur kadar garamnya, kadar garam (salinitas) yang baik untuk kultur Skeletonema costatum adalah 28 – 35 ppt
5. Tebar bibit Skeletonema costatum dengan padat penebaran (N2) sekitar 70.000 sel per cc. Volume Skeletonema costatum yang dibutuhkan untuk penebaran (V1) dapat dihitung dengan rumus :
N2 X V2 V1 = (dalam cc atau liter) N1
dimana :
V1 : Volume Skeletonema costatum yang diperlukan untuk penebaran
V2 : Volume kultur Skeletonema costatum yang dibuat dalam gelas erlemeyer
N1 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang akan ditebar
N2 : Jumlah Skeletonema costatum per cc yang dikehendaki dalam penebaran ( dalam hal ini misalnya ditentukan yaitu 70.000 sel per cc)
Makin tinggi jumlah N2 makin cepat kultur ini mencapai kepadatan maksimal , oleh karena itu dalam menentukan besarnya N2 harus perlu dipertimbangkan pemenfaatannya. Dengan kepadatan awal 70.000 sel diharapkan dalam waktu 3 – 4 hari sudah mencapai puncaknya dan siap dipanen.
6. Aerasi dipasangkan kedalam wadah budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan Oksigen yang diperlukan dalam proses metabolisme dan mencegah pengendapan plankton.
7. Botol kultur diletakkan dibawah cahaya lampu neon (TL) sebagai sumber energi untuk fotosintesa.
8. Dalam waktu 3 – 4 hari perkembangan diatom mencapai puncaknya yaitu 6 – 7 juta sel per cc dan siap untuk dipanen dan dapat digunakan sebagai bibit pada budidaya skala semi massal
Cara Menghitung Kepadatan Phytoplankton
1. Teteskan alga diatas permukaan gelas preparat dibagian tengah, kemudian tutup dengan gelas penutup maka air akan menutupi permukaan gelas yang bergaris. Luas permukaan yang bergaris adalah 1 mm persegi dan tinggi atau jarak cairan alga antara permukaan gelas bagian tengah dan gelas penutup juga diketahui yaitu 0,1 mm , maka volume air diatas permukaan bergaris sama dengan 1 mm2 X 0,1 mm = 0,1 mm3 (0,0001 cm3).
2. Hitunglah jumlah plankton yang terdapat dalam kotak dan lakukan perhitungan :
Jika dihitung dalam 400 kotak: Jumlah sel X 10.000/ml
Jika dihitung hanya beberapa kotak : rata-rata jumlah sel/kotak X 400 kotak X 10.000/ml
Peralatan Budidaya Phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Selengkapnya tentang BUDIDAYA PHYTOPLANKTON PAKAN ALAMI Ikan klik disini
Metode media agar kultur murni phytoplankton PAKAN ALAMI Ikan
Selengkapnya tentang
Perikanan : TEKNOLOGI PRODUKSI PAKANALAMI Ikan klik disini.
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
AC............................................................................... (Alternating Current)
DC........................................................................................ (Direct current)
DT...............................................................................(Destructive Testing)
DCEP..................................................... (DirectCurrent Electrode Positive)
DCEN.................................................... (Direct Current Electrode Negative
DCRP........................................................(DirectCurrent Reserve Polarity)
DCSP......................................................... (Direct Current Straight Polarity
DIN.................................................................(Deutsche Industrie Normen)
FCAW................................................................(Fluxs Cored Arc Welding)
GMAW..................................................................(Gas Metal Arc Welding)
GTAW............................................................. (Gas Tungten Arc Welding )
ISO.................................... (International Organization for Standardization)
LPG .......................................................................... (Liquit Petrolium Gas)
LNG..............................................................................(Liquit Natural Gas)
MAG .............................................................................. (Metal Active Gas)
MIG................................................................................... (Metal Inert Gas)
NC.................................................................................(Numerical Control)
NDT .................................................................... (Non Destructive Testing)
PQR.........................................................(Procedure Qualification Record)
SAW ...................................................................(Submerged Arc Welding)
SMAW .......................................................... (Shielded Metal Arc Welding)
TIG..............................................................................(Tungsten Inert Gas)
V ................................................................................................... (Voltage)
WPS............................................................ (Welding Procedure Standard)
AWS ................................................................(American Welding Sosaity)
JIS ....................................................................(Japan Industrial Standard)
ASTM.............................................(American Sosiety for Testing Meterial)
ASME .................................. (American Sosiety for Mechanical Engineers)
AWS ................................................................(American Welding Sosiety)
ABS...........................................................(American Bureau of Shipping )
HAZ ............................................................................(Heat Affected Zone)
DNV..............................................................................(Det Norske Veritas
NKK............................................................................(Nippon Kaiji Kyokai)
BKI.....................................................................(Biro Klasifikasi Indonesia)
QC .....................................................................................(Quality Control)
QA ............................................................................... (Quality Assurance)
NCR......................................................................(Non Conformity Report)
QCD......................................................................... (Quality Cost Delivery)
PCCL............................................................. (Process Control Check List)
WES......................................................... (Welding Engineering Standards
HAZ ............................................................................(Heat Affected Zone)
PWHT............................................................. (Post Weld Heat Treatment)
UT.................................................................................(Ultrasonic Testing)
RT............................................................................(Radiographic Testing)
PT ................................................................................. (Penetrant Testing)
VT ............................................................................................(Visual Test)
PRT.................................................................. (Pressure Resistance Test)
LT ..............................................................................................(Leak Test)
SNI................................................................ (Standar Nasional Indonesia)
WI .................................................................................(Welding Inspector)
WE................................................................................ (Welding Engineer)
DAFTAR GAMBAR Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR TABEL Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR PUSTAKA Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR ISTILAH Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR RUMUS Bidang TEKNIK PENGELASAN
==================================
Selengkapnya tentang Kemajuan Teknologi Pengelasan dan tentang Pengertian Ilmu Logam dan Macam klik disini
AC............................................................................... (Alternating Current)
DC........................................................................................ (Direct current)
DT...............................................................................(Destructive Testing)
DCEP..................................................... (DirectCurrent Electrode Positive)
DCEN.................................................... (Direct Current Electrode Negative
DCRP........................................................(DirectCurrent Reserve Polarity)
DCSP......................................................... (Direct Current Straight Polarity
DIN.................................................................(Deutsche Industrie Normen)
FCAW................................................................(Fluxs Cored Arc Welding)
GMAW..................................................................(Gas Metal Arc Welding)
GTAW............................................................. (Gas Tungten Arc Welding )
ISO.................................... (International Organization for Standardization)
LPG .......................................................................... (Liquit Petrolium Gas)
LNG..............................................................................(Liquit Natural Gas)
MAG .............................................................................. (Metal Active Gas)
MIG................................................................................... (Metal Inert Gas)
NC.................................................................................(Numerical Control)
NDT .................................................................... (Non Destructive Testing)
PQR.........................................................(Procedure Qualification Record)
SAW ...................................................................(Submerged Arc Welding)
SMAW .......................................................... (Shielded Metal Arc Welding)
TIG..............................................................................(Tungsten Inert Gas)
V ................................................................................................... (Voltage)
WPS............................................................ (Welding Procedure Standard)
AWS ................................................................(American Welding Sosaity)
JIS ....................................................................(Japan Industrial Standard)
ASTM.............................................(American Sosiety for Testing Meterial)
ASME .................................. (American Sosiety for Mechanical Engineers)
AWS ................................................................(American Welding Sosiety)
ABS...........................................................(American Bureau of Shipping )
HAZ ............................................................................(Heat Affected Zone)
DNV..............................................................................(Det Norske Veritas
NKK............................................................................(Nippon Kaiji Kyokai)
BKI.....................................................................(Biro Klasifikasi Indonesia)
QC .....................................................................................(Quality Control)
QA ............................................................................... (Quality Assurance)
NCR......................................................................(Non Conformity Report)
QCD......................................................................... (Quality Cost Delivery)
PCCL............................................................. (Process Control Check List)
WES......................................................... (Welding Engineering Standards
HAZ ............................................................................(Heat Affected Zone)
PWHT............................................................. (Post Weld Heat Treatment)
UT.................................................................................(Ultrasonic Testing)
RT............................................................................(Radiographic Testing)
PT ................................................................................. (Penetrant Testing)
VT ............................................................................................(Visual Test)
PRT.................................................................. (Pressure Resistance Test)
LT ..............................................................................................(Leak Test)
SNI................................................................ (Standar Nasional Indonesia)
WI .................................................................................(Welding Inspector)
WE................................................................................ (Welding Engineer)
DAFTAR GAMBAR Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR TABEL Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR PUSTAKA Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR ISTILAH Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR RUMUS Bidang TEKNIK PENGELASAN
==================================
Selengkapnya tentang Kemajuan Teknologi Pengelasan dan tentang Pengertian Ilmu Logam dan Macam klik disini
DAFTAR TABEL TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR TABEL TEKNIK PENGELASAN
BAB I
I.1 Karakteristik dari 5 elemen pada besi
I.2 Klasifikasi baja karbon
I.3 Perlakuan panas terhadap aluminium paduan
I.4 Jenis logam pengisi yang digunakan pada proses logam aluminium pada pengelasan MIG
I.5 Besar sudut pahat terhadap benda kerja
I.6 Standar ukuran ragum paralel
I.7 Perbedaan antara jenis tekanan tetap dan jenis tekanan variabel
I.8 Ketebalan nosel dan pelat
I.9 Nilai kalori dari oksida besi
I.10 Konstruksi mesin potong busur plasma
I.11 Metode pemotongan busur plasma, keistimewaan dan material dasar yang dapat digunakan
I.12 Contoh-contoh kondisi pemotongan dengan sinar laser untuk berbagai material
I.13 Kondisi gas potong
I.14 Kondisi pemotongan
I.15 Kualitas permukaan potong dan kondisi pemotongan
I.16 Kapasitas Standar Ujung Alat Potong (Menggunakan Gas Asetilin)
I.17 Jenis Pengelasan dan Posisi Las
I.18 Kondisi Penyimpanan dan Pemanasan Ulang (Rebake) untuk Elektroda Las Terbungkus Baja Karbon Rendah
BAB II
II.1 Jenis mesin las busur
II.2 Perbedaan antara mesin busur AC dan mesin las busur DC
II.3 Contoh keterangan yang ditampilkan pada papan nama
II.4 Standar untuk pemilihan arus dan ukuran kabel
II.5 Contoh pemeriksaan mesin las MAG
II.8 Baja roll untuk struktur umum (JIS G 3101)
II.9 Baja roll untuk struktur las (JIS G 3106)
II.10 WES Plat Baja berkekuatan tarik tinggi untuk struktur las (WES) 3001)
II.11 Plat baja karbon untuk bejana tekan untuk servis temperaturrendah
I.12 Klasifikasi struktur dari daerah terkena pengaruh panas las dari baja
II.13 Hubungan antara ekivalen karbon dan temperatur pemanasan awal
II.14 Elektrode bersalut dan kawat inti
II.15 Komponen utama dari fluks dan fungsinya
II.16 Contoh perbandingan campuran fluks dari elektrode bersalut untuk baja lunak
II.17 Tipikal seluruh sifat-sifat logam las dari bermacam-macam jenis Elektroda
II.18 Standar elektroda bersalut untuk baja kuat tarik tinggi (JIS Z 3212)
II.19 Arti simbol yang digunakan dalam standar
II.20 Metode las busur semi otomatis dan material las
II.21 Karbon dioksida cair (JIS K 1106)
II.22 Standar untuk gas campuran (WES 5401
II.23 Perbandingan karakteristik dari berbagai kawat las MAG
II.24 Elemen campuran untuk elektroda tungsten
II.25 Kawat las TIG dan kawat untuk baja lunak dan baja campuran rendah (JIS Z 3316)
II.26 Jenis elektroda tungsten dan komposisi kimianya
II.27 Perbedaan warna dari elektrode tungsten
II.28 Diameter elektrode tungsten dan arus yang dapat dipakai
II.29 Kawat inti fluks las busur berpelindung sendiri (JIZ Z 3313
II.30 Spesifikasi Elektroda berdasarkan komposisi kimia
II.31 Kawat las busur terendam untuk baja karbon dan baja
campuran rendah (JIS 3351)
II.32 Fluks las busur terendam untuk baja karbon dan baja
campuran rendah (JIS Z 3352)
II.33 Simbol dasar pengelasan
II.34 Simbol pengelasan tambahan
II.35 Bentuk geometri kampuh standar untuk las tumpul busur
terlindung (Asosiasi Struktur Baja Jepang)
II.36 Pengaruh arus las
II.37 Pengaruh panjang busur
II.38 Pengaruh kecepatan pengelasan
BAB III
III.1 Jenis dan karakteristik mesin las busur listrik arus bolak – balik
III.2 Jarak dan ukuran (penampang, mm2) dari kabel las
III.3 Standar ukuran elektrode
III.4 Jenis – jenis kaca mata pelindung
III.5 Batas – batas arus untuk kawat elektrode yang dipakai dalam proses SAW
BAB IV
IV.1 Sambungan Las Sudut
IV.2 Jarak Pemanasan
IV.3 Kecepatan pemanasan
IV.4 Klasifikasi Baja untuk Perkapalan
BAB V
V.1 Klasifikasi metode pengujian daerah las
V.2 Manfaat pengujian destruktif (DT) dan pengujian nondestruktif (NDT
V.3 Jenis – jenis spesimen dan arah percontohan
V.4 Berbagai metode uji kekerasan
V.5 Contoh material alat penggores
V.6 Urutan proses uji zat penetran
V.7 Jenis penetrameter dan penerapannya pada ketebalan las
V.8 Jumlah garis yang ditunjukkan penetrameter
V.9 Ketebalan las dan batasan kepekaan fotografi
V.10 Tipe kontrasmeter yang dapat dipakai
V.11 Perbedaan kepekatan kontrasmeter
V.12 Lembar pemeriksaan persyaratan radiografi
V.13 Sensitivitas penetrameter
BAB VI
VI.1 Nilai arus listrik di dalam tubuh manusia dan tingkat kejutan listriknya
VI.2 Contoh hubungan listrik yang aman untuk las busur listrik
VI.3 Komposisi kimia asap las
VI.4 Pengaruh asap logam terhadap tubuh manusia
VI.5 Jenis – jenis alat pelindung diri
DAFTAR GAMBAR Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR TABEL Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR PUSTAKA Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR ISTILAH Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR RUMUS Bidang TEKNIK PENGELASAN
=================================
Selengkapnya tentang Kemajuan Teknologi Pengelasan dan tentang Pengertian Ilmu Logam dan Macam klik disini
BAB I
I.1 Karakteristik dari 5 elemen pada besi
I.2 Klasifikasi baja karbon
I.3 Perlakuan panas terhadap aluminium paduan
I.4 Jenis logam pengisi yang digunakan pada proses logam aluminium pada pengelasan MIG
I.5 Besar sudut pahat terhadap benda kerja
I.6 Standar ukuran ragum paralel
I.7 Perbedaan antara jenis tekanan tetap dan jenis tekanan variabel
I.8 Ketebalan nosel dan pelat
I.9 Nilai kalori dari oksida besi
I.10 Konstruksi mesin potong busur plasma
I.11 Metode pemotongan busur plasma, keistimewaan dan material dasar yang dapat digunakan
I.12 Contoh-contoh kondisi pemotongan dengan sinar laser untuk berbagai material
I.13 Kondisi gas potong
I.14 Kondisi pemotongan
I.15 Kualitas permukaan potong dan kondisi pemotongan
I.16 Kapasitas Standar Ujung Alat Potong (Menggunakan Gas Asetilin)
I.17 Jenis Pengelasan dan Posisi Las
I.18 Kondisi Penyimpanan dan Pemanasan Ulang (Rebake) untuk Elektroda Las Terbungkus Baja Karbon Rendah
BAB II
II.1 Jenis mesin las busur
II.2 Perbedaan antara mesin busur AC dan mesin las busur DC
II.3 Contoh keterangan yang ditampilkan pada papan nama
II.4 Standar untuk pemilihan arus dan ukuran kabel
II.5 Contoh pemeriksaan mesin las MAG
II.8 Baja roll untuk struktur umum (JIS G 3101)
II.9 Baja roll untuk struktur las (JIS G 3106)
II.10 WES Plat Baja berkekuatan tarik tinggi untuk struktur las (WES) 3001)
II.11 Plat baja karbon untuk bejana tekan untuk servis temperaturrendah
I.12 Klasifikasi struktur dari daerah terkena pengaruh panas las dari baja
II.13 Hubungan antara ekivalen karbon dan temperatur pemanasan awal
II.14 Elektrode bersalut dan kawat inti
II.15 Komponen utama dari fluks dan fungsinya
II.16 Contoh perbandingan campuran fluks dari elektrode bersalut untuk baja lunak
II.17 Tipikal seluruh sifat-sifat logam las dari bermacam-macam jenis Elektroda
II.18 Standar elektroda bersalut untuk baja kuat tarik tinggi (JIS Z 3212)
II.19 Arti simbol yang digunakan dalam standar
II.20 Metode las busur semi otomatis dan material las
II.21 Karbon dioksida cair (JIS K 1106)
II.22 Standar untuk gas campuran (WES 5401
II.23 Perbandingan karakteristik dari berbagai kawat las MAG
II.24 Elemen campuran untuk elektroda tungsten
II.25 Kawat las TIG dan kawat untuk baja lunak dan baja campuran rendah (JIS Z 3316)
II.26 Jenis elektroda tungsten dan komposisi kimianya
II.27 Perbedaan warna dari elektrode tungsten
II.28 Diameter elektrode tungsten dan arus yang dapat dipakai
II.29 Kawat inti fluks las busur berpelindung sendiri (JIZ Z 3313
II.30 Spesifikasi Elektroda berdasarkan komposisi kimia
II.31 Kawat las busur terendam untuk baja karbon dan baja
campuran rendah (JIS 3351)
II.32 Fluks las busur terendam untuk baja karbon dan baja
campuran rendah (JIS Z 3352)
II.33 Simbol dasar pengelasan
II.34 Simbol pengelasan tambahan
II.35 Bentuk geometri kampuh standar untuk las tumpul busur
terlindung (Asosiasi Struktur Baja Jepang)
II.36 Pengaruh arus las
II.37 Pengaruh panjang busur
II.38 Pengaruh kecepatan pengelasan
BAB III
III.1 Jenis dan karakteristik mesin las busur listrik arus bolak – balik
III.2 Jarak dan ukuran (penampang, mm2) dari kabel las
III.3 Standar ukuran elektrode
III.4 Jenis – jenis kaca mata pelindung
III.5 Batas – batas arus untuk kawat elektrode yang dipakai dalam proses SAW
BAB IV
IV.1 Sambungan Las Sudut
IV.2 Jarak Pemanasan
IV.3 Kecepatan pemanasan
IV.4 Klasifikasi Baja untuk Perkapalan
BAB V
V.1 Klasifikasi metode pengujian daerah las
V.2 Manfaat pengujian destruktif (DT) dan pengujian nondestruktif (NDT
V.3 Jenis – jenis spesimen dan arah percontohan
V.4 Berbagai metode uji kekerasan
V.5 Contoh material alat penggores
V.6 Urutan proses uji zat penetran
V.7 Jenis penetrameter dan penerapannya pada ketebalan las
V.8 Jumlah garis yang ditunjukkan penetrameter
V.9 Ketebalan las dan batasan kepekaan fotografi
V.10 Tipe kontrasmeter yang dapat dipakai
V.11 Perbedaan kepekatan kontrasmeter
V.12 Lembar pemeriksaan persyaratan radiografi
V.13 Sensitivitas penetrameter
BAB VI
VI.1 Nilai arus listrik di dalam tubuh manusia dan tingkat kejutan listriknya
VI.2 Contoh hubungan listrik yang aman untuk las busur listrik
VI.3 Komposisi kimia asap las
VI.4 Pengaruh asap logam terhadap tubuh manusia
VI.5 Jenis – jenis alat pelindung diri
DAFTAR GAMBAR Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR TABEL Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR PUSTAKA Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR ISTILAH Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR SINGKATAN Bidang TEKNIK PENGELASAN
DAFTAR RUMUS Bidang TEKNIK PENGELASAN
=================================
Selengkapnya tentang Kemajuan Teknologi Pengelasan dan tentang Pengertian Ilmu Logam dan Macam klik disini
Automotive Spare Part - for smart people - Kualitas Sekelas Original
Mitra Citra Mandiri
Automotive Spare Part - for smart people - Kualitas Sekelas Original
PELUANG USAHA BISNIS SPARE PART SEPEDA MOTOR KHUSUSNYA GASKET
-